Custom Search

Monday, July 13, 2009

AREN MANIA

From kebunaren to the world
Oleh : Dian Kusumanto
Adalah Bapak Ir. HM Yadi Sofyan Noor, sang Ketua KTNA Provinsi Kalimantan Timur, yang juga sebagai Wakil Ketua HKTI Provinsi Kalimantan Timur, memang seorang tokoh pertanian yang sangat ulet. Pada Bulan Mei yang lalu Pak Ocop, begitu biasa kami memanggil, memesan kepada saya benih kecambah Aren dan bibit Aren yang siap tanam dalam jumlah yang cukup banyak. Sebagai seorang teman saya berusaha dapat melayani sebaik-baiknya, seperti juga yang saya lakukan kepada para pemesan bibit Aren lainnya.
Pada awal Bulan Juli ini, akhirnya kami bisa bertemu lagi secara langsung di Samarinda. Pada bulan April yang lalu kami juga sudah saling ketemu di Jakarta, pada saat ada acara Rapim KTNA. Mulai saat itulah kami terus berinteraksi khususnya tentang rencana pengembangan Aren di Kalimantan Timur. Beliau memang padat acaranya, sebagai seorang tokoh di Kalimanta Timur, Pak Ocop juga sebagai pengurus teras di DPP KTNA Pusat. Dari beberapa pemikirannya Pak Ocop juga sangat antusias untuk mengambil peran dalam program pengembangan Aren di masa yang akan datang.
Pernah ditanya oleh beberapa teman, kenapa kok mau menanam Aren? Pak Ocop cuma memberi gambaran yang ringan saja, yaitu bahwa sekarang ini lidi Aren, ijuk Aren sangat diminai dunia untuk aneka kerajinan, sapu, bahan industri dan aneka keperluan lainnya. Itu dari produk sampingannya saja, belum lagi yang utamanya yaitu nira yang setiap hari bisa disadap, bisa diolah menjadi Gula, Bioethanol, Bahan Obat-obatan, Bahan Industri Kecantikan, Aneka Minuman dan Makanan, dll.
Pak Ocop juga sangat yakin, sebab tanpa diperlakukan secara istimewa, bahkan petani membiarkan saja dan hanya mengambil hasilnya, kontribusi pohon Aren kepada petaninya sudah lumayan tinggi, apalagi kalau pohon Aren itu diperlakukan istimewa. Kelapa Sawit contohnya, karena dipiara dengan baik, dengan perkebunan yang baik dia juga dapat menjadi andalan keluarga. Apalagi Aren yang potensinya lebih hebat dari pada Kelapa Sawit. Tinggal bagaimana kita bisa memperlakukannya secara baik dan istimewa, agar Aren juga memberikan hasil yang istimewa. Karena itulah beliau bertekad agar Kalimantan Timur tidak ketinggalan untuk mengembangkan Aren, bahkan kalau bisa menjadi yang terdepan dalam pengelolaan kebun Aren yang modern.
Ada peluang yang sangat besar bahwa Kaltim menjadi pusatnya program pengembangan Aren, meskipun Kaltim selama ini tidak termasuk sentra tanaman Aren, namun Kaltim memiliki lahan yang sangat luas untuk terciptanya perkebunan Aren yang modern. Perkebunan Aren modern inilah yang akan dijadikan icon suatu daerah menjadi sangat diperhitungkan sebagai pusatnya program pengembangan Aren se Indonesia, bahkan dunia. From kebun Aren to the world. Mungkin begitu mottonya.
Pak Ocop memiliki langkah-langkah yan nyata dalam setiap usahanya. Pernah saya tawarkan untuk mengadakan sosialisasi tentang Aren di Kaltim, Pak Ocop memlih jangan dulu. ”Jangan dulu Mas Dian, itu nanti saja”. Kita tanam dulu di kebun kita sendiri dan menyiapkan pembibitan yang banyak. Sebab kalau nanti diseminarkan orang pada tertarik kemudian meminta bibit, kita nanti akan kebingungan. Sebaiknya kita mantabkan dulu riset-riset kita dan kita bangun dulu sistem pembibitan Aren yang mengacu pada GAP (Good Agriculture Practices) dengan skala yang cukup besar.
Ada peluang yang sangat besar bahwa Kaltim berpeluang dapat menjadi pusatnya program pengebangan Aren di Indonesia. Meskipun selama ini Kaltim tidak termasuk sentra tanaman Aren, namun Kaltim memiliki potensi lahan yang sangat luas untuk terciptanya perkebunan Aren yang modern. Perkebunan Aren Modern inilah yang akan dijadikan icon atau tolok ukur, apakah suatu daerah menjadi sangat diperhitungkan sebagai pusatnya program pengembangan Aren di Indonesia bahkan se dunia.
Pak Ocop memiliki langkah-langkah yang nyata dalam setiap usahanya. Pernah saya tawarkan untukmengadakan sosialisasi tentang Aren di Kaltim dengan cara mengadakan seminar-seminar, namun Pak Ocop memilih jangan dulu. Menurut Pak Ocop sebaiknya kita sebagai pemrakarsa ini mempeloporinya dengan menanamnya lebih dulu dan menyiapkan pembibitan yang banyak. Sebab kalau nanti seminar, orang kemudian banyak yang tertarik untuk mengembangkannya, kemudian meminta bibit, akan repot kalau bibitnya belum siap. Akan lebih baik menurutnya kalau kita mantabkan dulu riset-riset dan membangun sistem pembibitan Aren yang baik dengan skala yang cukup besar.
Penulis sangat menghargai pendapat Pak Ocop ini, karena memang beliau seorang yang dikenal ulet dan seorang pengusaha yang berhasil di Kaltim. Kebun buah-buahan Pak Ocop yang saya tahu saja ada sekitar 50 hektar, selain itu Pak Ocop punya kebun hortikultura yang terkelola dengan baik dengan jenis komoditi seperti lombok, tomat, semangka, melon dan lain-lain. Pak Ocop juga seorang produsen bibit kelapa sawit siap tanam yang cukup besar di Provinsi Kaltim. Mutu bibitnya sudah terkenal cukup baik diantara produsen bibit yang ada. Pengalaman di bidang perbibitan tanaman memang sudah lama ditekuninya, dulu beliau juga melayani berbagai bibit tanaman penghijauan atau reboisasi hampir di seluruh Kaltim.
Sebagai tokohnya Provinsi Kalimantan Timur, Pak Ocop juga sangat dekat dengan tokoh Kaltim lainnya, termasuk dengan Bapak Gubernur H. Awang Faroek Ishak (Gubernur AFI). Untuk program Aren di Kaltim, Pak cop adalah andalan saya untuk mengenalkan Aren kepada Bapak Gubernur AFI. Terus terang, obsesi saya adalah mewujudkan agar Provinsi Kalimanatan Timur menjadi iconnya Aren Nasional. Oleh karena itu sebagai langkah awalnya adalah melalui pendirian Pusat Pembibitan Aren yang profesional dengan skala nasional, dan kemudian pembangunan perkebunan Aren yang modern, baru icon Aren nasional ini dapat diakui.
Sebenarnya ada beberapa daerah yang sudah sangat eksis sebagai sentra produksi Aren Nasional, tapi mereka belum memiliki 2 hal di atas, maka dalam perspektif ini mereka belum layak menjadi icon nasionalnya Aren. Sulawesi Utara misalnya, meskipun memiliki populasi Aren yang sangat luas, serta ada juga Pusat Penelitian tentang Aren yaitu BALITKA Manado, namun dari sisi pengelolaan kebun masih biasa saja, pembibitan juga belm menasional, pabrik pengolahannya ada tapi belum benar-benar hebat.
Program Nasional tentang Aren, selama ini belum ada. Dirjen Perkebunan Deptan belum memiliki Road Mapyang jelas tentang program Aren Nasional. Yang ada baru statement-statement beberapa ahli dan tokoh-tokoh nasional yag belum disertai dengan langkah-langkah yang kongkrit dan nyata. Meskipun demikian sebenarnya juga sudah ada pendirian pabrik pengolahan Aren seperti di Tomohon Sulut yang diresmikan oleh Bapak Presiden SBY.
Langkah-langkah yang ada belum sistematis, namun masih sporadis yang disesuaiakn dengan perkembangan yang ada. Namun industri Aren kalau tidak ditunjang dengan perkebunan yang modern, menjadi tidak ekonomis dan efisien. Pabri Gula Aren Tomohon bisa menjadi contoh kongkrit akan perlunya secara sinergis antara pengembagan kebun yang modern terintegrasi dengan unit pengolahannya.
Populasi Aren yang terpencar-pencar, tersebar di daerah-daerah yang relatif saling berjauhan, sementara akses pemanenan, pengangkutan nira ke pabrik yang cukup jauh dan sulit, manajemen bahan baku, kelembagaan petani, dan seterusnya belum siap untuk mendukung industrialisasi Aren. Bisa dikatakan bahwa Pabrik Gula Aren Tomohon (PT Masarang) ini sedang macet, atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Rupanya karakteristik Nira Aren yang akan mengalami fermentasi dalam waktu cepat ini belum sepenuhnya dapat diatasi. Yang sangat sulit sebenarnya penanganan pada tingkat petani tadi. Karena keterbatasan sarana, jarak antar pohon yang relatif saling berjauhan, membuat petani tidak bisa menjaga mutu nira yang dikehendaki pabrik. Akhirnya pabrik harus merancang alat yang tahan terhadap bahan baku dengan kadar asam yang cukup tinggi karena nira sudah mengalami fermentasi.
Memang semestinya Pabrik Pengolahan Nira Aren sudah dirancang untuk beberapa keungkinan tersebut sehingga Pabrik itu mempunya unit-unit lengkap sebagai berikut :
1. Pos-pos pengolahan dan pengumpulan nira dengan pre treatmennt.
2. Tangki-tangki penyimpanan nira sesuai dengan grade-grade (tingkatan) tertentu dari kualitas dan kadar keasamannya.
3. Alat-alat pengangkutan nira yang dilengkapi dengan sistem pemanas.
4. Pabrik pengolahan nira, juga memiliki unit-unit pengolah untuk beberapa jenis/ grade bahan baku :
a. Unit Gula Aren Cetak
b. Unit Gula Aren Semut
c. Unit Gula Aren Putih
d. Unit Gula Aren Cair (Syrup)
e. Unit Syrup Aren Asam (Saguer)
f. Unit Bioethanol
g. Dll.
Jadi seolah-olah langkah itu menjadi mundur sedikit, sebabnya yang utama adalah belum terbangunnya sistem perkebunan yang terintegrasi dengan pabrik pengolahannya. Oleh karena itulah, ini peluang bagi daerah yang ingin menjadi iconnya Aren Nasional agar dapat menyiapkan pola pengembangan Aren yang terintegrasi.
Paling tidak ada 3 (tiga) hal awal yang harus disiapkan, yaitu :
Membuat Pusat Pembibitan Aren yang kredible.
Menciptakan kelembagaan para pelaku usaha bisnis Aren dari awal-awal pengembangan.
Membangun perkebunan Aren modern yang terintegrasi dengan pembangunan pabrik pengolahannya.
Untuk pendapat ini Pak Ocop sangat setuju dan akan melakukan persiapan-persiapan yang nyata demi berkembangnya Agribisnis Aren untuk kesejahteraan, khususnya bagi Provinsi Kalimantan Timur dan umumnya untuk skala Nasional Indonesia Raya tercinta. Amin.
Diposkan oleh kebun aren di 05:56 0 komentar
Selasa, 2009 April 21

PENERAPAN CORPORATE FARMING UNTUK PETANI PERAJIN GULA KELAPA RAKYAT
PENERAPAN CORPORATE FARMING UNTUK PETANI PERAJIN GULA KELAPA RAKYATOleh : Dian Kusumanto Pada tulisan terdahulu kita menganggap bahwa suatu keharusan atau wajib hukumnya untuk merevolusi atau merevitalisasi industry gula aren rakyat. Dengan perubahan-perubahan pola usaha ini diharapkan akan dinikmati oleh para perajin atau petani gula aren. Sebenarnya hal ini juga berlaku untuk industry rakyat di luar komoditi aren, misalnya industry rakyat gula kelapa ataupun gula siwalan atau lontar, yang selama ini keadaannya masih rentan terhadap perubahan iklim usaha dan persaingan usaha masa yang akan dating. Merevolusi artinya melakukan perubahan dengan mendasar dan menyeluruh dalam waktu yang relative singkat. Merevitalisasi artinya membuat, mengkondisikan, merubah dari yang dulunya lemah dan rentan terhadap cuaca usaha menjadi kuat dan tahan terhadap segala keadaan. Perubahan-perubahan yang kita inginkan adalah perubahan yang menjadikan industry rakyat ini menjadi lebih efisien, lebih berdaya saing, mampu menembus pasar yang lebih luas, sehingga memperoleh nilai tambah bagi tingkat pendapatan dan kesejahteraan para pelaku usaha industry gula rakyat. Apa saja perubahan yang harus dilakukan agar tujuan perubahan itu tercapai ? Pertama adala merubah pola invidual kearah corporate, artinya para perajin atau petani jangan sendiri-sendiri lagi dalam mengelola industry gula rakyat ini. Merubah budaya saling bersaing menjadi saling bekerja sama. Budaya saling bersaing dan saling menghancurkan ini memang sengaja diciptakan oleh oknum-oknum yang memanfaatka keadaan bagi kepentingannya sendiri. Untuk menyamakan persepsi diantara para perajin, kemudian bersepakat membentuk kelompok (korporasi) atau dalam bentuk koperasi, memerlukan keberanian, kecerdasan dan energy ekstra besar. Pemberian pemahaman tentang perlunya berkorporasi menjadi agenda yang secara konsisten harus dilakukan. Maka diperlukan ketokohan, kepeloporan dari salah satu atau beberapa orang di antara mereka. Bila di suatu sentra ada sekitar 10 perajin, maka apabila dihitung dengan keluarganya sudah terkumpul sekitar lebih dari 20 orang. Dengan 20 orang kita sudah bisa membentuk Koperasi. Memang koperasi dibentuk dengan spirit untuk saling bekerja sama, saling bersatu menguatkan barisan, mengumpulkan modal untuk mengatasi masalah bersama dan mencapai tujuan bersama.
Contohnya begini, pada saat penulis mampir ke Pondok Nongko Desa Sobo di Banyuwangi yang merupakan salah satu sentra perajin gula kelapa. Setiap perajin gula merangkap sekalian menjadi penderes atau penyadap, yang bekerja memanjat, memungut air nira sekaligus juga memasak nira menjadi gula. Kebanyakan para perajin adalah bukan pemilik pohon, perajin melakukan kerjasama dengan pemilik pohon dengan system bagi hasil.
Untuk kerja sama ini perajin berkewajiban untuk mengelola pohon kelapa untuk produksi gula. Setiap seorang perajin biasanya bisa menyadap pohon kelapa hingga mencapai 50 – 60 pohon kelapa , tergantung kesepakatan dengan pemilik pohon. Setiap perajin mempunyai suatu tungku sendiri untuk mengolah nira menjadi gula merah. Segala kebutuhan bahan bakar, tenaga untuk pengolahan gula, tenaga untuk memasarkan gula dan lain-lain dikelola secara sendiri-sendiri oleh petani atau perajin. Demikian juga yang terjadi pada perajin gula Aren rakyat di Bulukumba Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Setiap perajin gula adalah pemilik pohon aren itu sendiri. Setiap perajin rata-rata mengelola antara 4 sampai 10 pohon Aren dan satu tungku pemasakan gula aren. Pekerjaan ini biasanya juga melibatkan anggota keluarga yang lain. Keadaan pola usaha yang individual ini terjadi juga di daerah lain sentra-sentra produksi gula aren. Seperti juga perajin gula kelapa, petani sekaligus perajin gula aren juga melakukan usahanya secara sendiri-sendiri. Segala kesibukan mulai memanjat pohon, memungut nira, memelihara sadapan dan pohon aren sampai kepada mengolah nira menjadi gula, mencari kayu bakar untuk tungku pemasakan bahkan melakukan pengemasan dan pemasaran produk gula aren. Untuk menuju efisiensi usaha gula aren rakyat, usaha gula kelapa rakyat dan usaha gula berasal dari pohon lontar (gula lontar atau gula siwalan), maka kita harus meninggalkan pola usaha individual dengan skala yang kecil-kecil. Para perajin harus bersatu, saling bekerja sama, menerapkan pola korporasi, menggunakan alat pengolahan dengan teknologi yang memadai. Para perajin harus mengikis kepentingan-kepentingan individual yang saling merugikan, namun sebaliknya harus saling bersatu guna mengatasi problema atau kendala-kendala yang mungkin saja timbul dalam usaha gula rakyat ini.Meraih keuntungan-keuntungan berkoporasi Dengan berkoporasi banyak hal keuntungan nilai tambah yang dapat diperoleh. Nilai tambah dan keuntungan yang dapat diperoleh antara lain adalah :1. Kapasitas alat pengolahan menjadi lebih besar lebih modern, karena memang didesign mampu menampung dan mengelola produksi dari para anggotanya.2. Efesiensi bahan bakar, karena menggunakan tungku atau alat yang hemat energy. 3. Efesiensi tenaga kerja pemasak gula, petani atau perajin mempunyai waktu luang lebih banyak untuk kepentingan-kepentingan yang lain.4. Mutu produk dapat dengan mudah ditingkatkan, karena tempat dan kondisi pengolahan diciptakan sedemikian rupa sehingga tingkat hieginitas, pengontrolan mutu gula bisa diatur dengan lebih baik.5. Variasi produk dengan ciri khas kemasan lebih bagus, tidak saja berbentuk gula cetak, tapi sudah bervariasi dengan gula serbuk atau gula cair (gula syrup).6. Bisa membentuk badan usaha koperasi atau yang lain, karena yang terlibat ada sekitar 20 orang.7. Ada peluang lebih besar untuk mengakses bantuan modal dari Bank atau sumber financial lainnya. Bank lebih percaya pada usaha yang berbentuk badan usaha dari pada perorangan.8. Ada peluang untuk memperoleh perhatian dan kerjasama dari pemerintah atau lembaga-lembaga yang lain. Apalagi setelah korporasi ini berjalan dengan baik dan mampu member nilai lebih kepada para anggotanya.9. Dengan perbaikan alat dan tungku pengolahan gula, usaha gula rakyat berpeluang menghasilkan produk tambahan berupa arang dan asap cair, yang nilai penjualannya bisa melebihi produk gula itu sendiri. Alat dan model tungku bisa didesign sendiri dibuat sendiri atau bekerja sama dengan bengkel setempat menggunakan contoh-contoh teknologi tungku yang ada. Asap cair banyak dibutuhkan untuk pengawetan produk-produk pertanian, perkebunan, perikanan dan makanan olahan. Asap cair juga diperlukan untuk para petani untuk pengganti pestisida kimia yang membahayakan kesehatan, untuk para petani ikan untuk membasmi penyakit ikan di kolam, dll.10. Dll.Contoh 1 : Koperasi Gula Kelapa rakyat (saran untuk petani perajin gula kelapa di Pondok Nongko Banyuwangi)Korporasi itu mungkin saja berbentuk koperasi Gula Rakyat, yang dibentuk atas dasar kemauan anggota yang mungkin saja terdiri dari 10 orang perajin atau penyadap, 5-10 orang pembantu perajin atau penyadap dan 5-10 orang pemilik pohon. Dengan minimal 20 orang anggota bisa dibentuk sebuah koperasi perajin gula rakyat. Pohon kelapa yang dikelola untuk gula sekitar 500 pohon (50 pohon/penyadap x 10 penyadap), dengan produksi nira sekitar 1.500 liter per hari (500 pohon x 3 liter/hari). Maka koperasi ini akan memproduksi gula kelapa sekitar 300 kg/hari ( 1.500 liter/hari : 5 liter/kg gula), dengan harga gula kelapa Rp 5.000 /kg maka pendapatan kotor koperasi yang berasal dari penjualan gula adalah Rp 1,5 juta per hari atau Rp 45 juta per bulan.Tungku dan alat pengolahan gula sudah diperbaiki agar memungkinkan penghematan bahan bakar berupa kayu, sekam atau limbah gergajian, dll. Biasanya setiap perajin memerlukan kayu bakar sekitar 1 truk untuk memasak selama 10 hari, berarti kalau 10 perajin diperlukan 1 truk kayu bakar per hari. Korporasi yang mengelola hasil nira dari 10 perajin ini, dengan alat dan tungku hemat energy ini hany memerlukan sekitar 50 % bahan bakar yaitu 1 truk untuk sekitar 2 hari. Kalau 1 truk beratnya sekitar 2-3 ton, maka setiap hari hanya separuhnya, yaitu sekitar 1 sampai 1,5 ton kayu bakar. Harga kayu bakar berupa kayu limbah gergajian ini di tingkat perajin gula kelapa di Banyuwangi seharga Rp 375.000 per truk. Kalau penghematan bisa mencapai 50 % saja berarti ada penghematan sekitar Rp 187.500 per hari atau senilai Rp 5.625.000 per bulan, atau Rp 67.500.000 dalam setahun.Penghematan tenaga kerja perajin yang dulunya diperlukan 10 orang atau lebih dalam mengelola gula secara individual, menjadi atau cukup dengan 2-3 orang saja. Berarti bisa dihemat tenaga sekitar 7-8 orang. Nilai penghematan itu sekitar Rp 200.000 per hari, atau Rp 6 juta/ bulan atau 72 juta per tahun. Jadi dari bahan bakar dan tenaga olah gula bisa dihemat sekitar Rp 140 juta per tahun. Kalau anggota koperasi ada 20 orang berarti pendapatan tambahan dari penghematan bahan bakar dan tenaga olah saja sekitar Rp 7 juta / tahun / anggota. Lumayan bukan?!Belum lagi bila tungku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk selain memasak gula, juga menghasilkan arang (kayu, sekam, dll.) dan asap cair. Misalnya diasumsikan 1 kg arang dapat dibuat dari 4 kg kayu, dan 1 liter asap cair dapat dihasilkan dari 5 kg kayu, kalau setiap hari menghabiskan 1 ton kayu maka akan dihasilkan arang sekitar 250 kg dan asap cair sekitar 200 liter. Ini asumsi yang masih sangat kasar, angkanya bisa dikoreksi, bisa berkurang atau bertambah.Produk samping yang dulu tidak kita pikirkan sekarang menjadi sumber pendapatan samping baru. Lalu berapa penghasilan tambahan dari arang dan asap cair ini ? Yang kita tahu sekarang ini adalah harga asap cair yang dibuat dari batok atau tempurung kelapa senilai antara Rp 7.000 – Rp 20.000 per liter, katakanlah Rp 10.000 per liter, maka nilai asap cair 200 liter itu adalah Rp 2 juta per hari. Kalau arang bisa dijual dengan harga Rp 1000 per kg, maka dari arang mendapat tambahan Rp 250.000 per hari. Berarti dari arang dan asap cair ada penghasilan sekitar Rp 2.250.000 per hari, atau Rp 67,5 juta per bulan, atau Rp 810 juta per tahun.Nilai tambahan penghasilan dari produk arang dan asap cair ini memang sangat fantastic, maka sayang kalau tidak dimanfaatkan. Kalau dibagi kepada 20 orang anggotanya, maka rata-rata per orang akan mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp 40,5 juta per tahun. Dengan penghematan bahan bakar dan tenaga tadi, maka dengan menerapkan pola korporasi ini ada peluang peningkatan pendapatan sekitar Rp 47,5 juta per tahun per anggota korporasi. Nilai yang fantastic!!!
Bagaimana menurut Anda?
Diposkan oleh kebun aren di 07:06 0 komentar
Kamis, 2009 Januari 08

Orean Pandak, Sorgum Unggul dari Tuban
Orean Pandak, Sorgum Unggul dari TubanOleh : Dian KusumantoDi beberapa wilayah Kabupaten Tuban Sorgum tidak asing lagi. Petani di Tuban menyebutnya sebagai tanaman Orean, wah keren juga namanya. Orean atau Sorgum ini ditanam layaknya Jagung, karena bentuk batang dan daunnya sangat mirip dengan Jagung. Ada juga petani yang menyebut sebagai Jagung Canthel. Jadi Orean dan Jagung Canthel adalah sama yaitu Sorgum kalau dalam bahasa Indonesia.Sorgum di Tuban ditanam di daerah-daerah yang bergunung-gunung di ladang-ladang atau lahan kering yang sistem pengairannya belum ada. Sorgum masih mampu hidup dan berbuah meskipun tanaman lainnya seperti Jagung, Kacang Tanah tidak mampu. Sorgum mampu hidup karena sistem perakarannya lebih dalam dibanding Jagung, Kacang ataupun tanaman lainnya.Menurut Pak Sogi petani di Desa Boto Kecamatan Semanding Tuban, ada setidaknya 3 (tiga) jenis Sorgum di Desanya. Petani disana menyebutnya Orean Teteg, Orean Benthung dan Orean Pandak. Orean Teteg dan Orean Pandak warna buahnyanya putih, sedangkan Orean Benthung warna buahnya Hitam demikian juga pada bagian batang dan tulang daunnya ada warna hitamnya.Orean Teteg dan Orean Pandak rasanya agak manis. Orean Teteg buahnya mudah terlupas dan mudah rontok, serta hasil biji buahnya agak sedikit. Sedangkan Orean Pandak hasil biji buahnya lebih banyak atau bahkan paling banyak diantara 3 jenis Orean ini. Sedangkan Orean hitam si Orean Benthung ini mempunyai sifat yang berbeda yaitu biji buahnya paling susah dirontokkan dan paling susah dikupas kulitnya. Apabila ditumbuk Orean Benthung ini paling lama dan paling susah. Oleh karena itu yang paling populer dan disenangi petani adalah Orean Pandak, karena hasilnya paling banyak dan mudah ditumbuk dan tidak gampang rontok.Di tingkat petani harga Orean glondongan, yaitu yang belum ditumbuk antara Rp 1.000 sampai Rp 1.500 per kg. Sedangkan harga Orean ang sudah terkelupas kulitnya atau sedring disebut beras Orean sekitar Rp 3.000 per kg. Di Tuban belum dikenal alat untuk pengolahan atau alat pecah kulit dan sosoh biji Sorgum ini. Ini yang menjadi kendala pengembangannya, karena petani merasa sangat berat kalau harus menumbuk dengan lumpang dan palu secara tradisional. Upah untuk menumbuk ini sudah mahal sehingga kalau harus diupahkan maka petani merasa rugi. Oleh karena itu pekerjaan menumbuk harus dilakukan sendiri oleh anggota keluarga sehingga petani tidak mengeluarkan biaya upah untuk menumbuk Sorgum.Luas areal Sorgum ini tidak terlalu luas, karena petani memang tidak berorientasi sebagai komoditi yang dikembangkan besar-besaran. Keadaan ini disebabkan karena pengolahan paska panennya yang masih tradisional dan memerlukan biaya yang cukup besar sehingga belum ekonomis. Pengadaan alat pengupas Sorgum bagi masyarakat Tuban sangat diperlukan jika seandainya Sorgm akan dikembangkan lebih luas lagi. Seandainya alat itu ada, menurut Pak Sogi, maka petani akan senang mengembangkannya. Apalagi kalau ada yang menampung dengan harga yang cukup. Sekarang ini belum ada pedagang yang tertarik menjadikan komoditi perdagangan karena jumlahnya yang masih sedikit.Sorgum sebenarnya bisa menjadi alternatif pada saat musim kemarau yang panjan terjadi dan keadaan iklim tidak menentu. Pada saat seperti itu komoditi lain seperti Jagung, Kacang-kacangan biasanya tidak sukses, maka Sorgum ini bisa diandalkan dan tetap masih dapat menghasilkan. Maka dari itu petani masih tetap menanam meskipun dalam jumlah yang tidak terlalu luas.Sorgum banyak diolah menjadi bahan pangan berupa jajanan lokal seperti lopis, cenil, dll. Tepung Sorgum sebenarnya lebih bergizi dibandingkan Jagung ataupun beras ketan. Tepung Sorgum bersifat pulut karena mengandung gluten, yang sebenarnya berpotensi untuk bahan kue-kue dan bahkan roti. Tepung Sorgum bisa mensubstitusi Tepung Terigu untuk bahan pembuatan roti.
Daun, batang dan biji buahnya semua bisa dijadikan bahan pakan yang sangat bermutu, lebih tinggi kandungan gizinya dibandingkan dengan Jagung. Bila untuk pakan ternak seperti sapi, kambing dan yang lainnya dapat berpengaruh lebih baik pada peningkatan produksi dagingnya. Artinya Sorgum akan sangat menguntungkan untuk berternak Sapi, Kambing, Kerbau dan lain-lain.
Bisa dikatakan Orean Pandak adalah jenis Sorgum yang banyak ditanam di Tuban dan dianggap yang paling unggul di daerah Tuban. Bagaimana menurut Anda?
Diposkan oleh kebun aren di 14:35 0 komentar
Jumat, 2009 Januari 02

Mengawal Kebijakan Nasional Sektor Pertanian

Mengawal Kebijakan Nasional Sektor Pertanian
oleh : Dr. Iman Sugema (Anggota Dewan Penyantun PPSDMS Regional 5 Bogor)Agriculture (pertanian) merupakan induk dari semua seni untuk menerapkan pengetahuan (mother of all arts). Karena pengetahuan yang dimiliki manusia harus dihadapkan dengan tanah dan lingkungan tempat kita hidup. Pengetahuan kita tidak hanya bersifat spekulatif untuk memuaskan rasio, namun harus dipastikan bermanfaat untuk pengembangan kualitas hidup manusia. Penguasaan teknologi sebagai derivasi dari pengetahuan juga harus dikawal agar memberi kontribusi positif bagi pemantapan eksistensi manusia. Bukan sebaliknya, pengetahuan dan teknologi dapat menggeser harkat kemanusiaan sebagaimana terjadi di dunia modern. Kemajuan di dunia pertanian menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda yang akan berperan sebagai pemimpin masa depan.Sektor pertanian dalam konteks pembangunan nasional dapat dikembangkan dan harus didukung sepenuhnya dari luar. Tak bisa hanya mengandalkan inisiatif dari dalam (struggle from within). Karena kita tahu bahwa kondisi petani amat rentan dan lahan pertanian yang tersedia semakin kritis, kalah bersaing dengan pertumbuhan industri dan pemukiman manusia. Padahal, kita sering menyebut diri sebagai bangsa agraris. Apakah lahan pertanian kita cukup luas dan atraktif untuk mengakomodasi tenaga kerja baru? Apakah produktivitas pertanian kita cukup andal untuk mendukung ketahanan pangan nasional? Pertanyaan-pertanyaan fundamental itu perlu dijawab oleh mereka yang bercita-cita untuk mengembalikan masa kejayaan sebagai bangsa agraris.
Patut diingat, di era globalisasi saat ini sesungguhnya ada tiga industri yang memiliki prospek paling terbuka di masa mendatang, yaitu industri makanan (food), bahan bakar (energy), dan keuangan (finance). Ketiga bidang inilah yang menguasai hajat hidup manusia sedunia. Industri makanan kita lihat bisa tetap eksis, meskipun krisis ekonomi datang bertubi-tubi. Para pedagang informal di pelosok kota kebanyakan bergerak di bidang penjualan makanan, minuman dan camilan (food and beverage). Kenaikan harga pangan dunia, seperti beras dan jagung, menimbulkan kegelisahan di berbagai negara karena ketersediaan pangan sangat mempengaruhi kelangsungan sebuah rezim pemerintahan.Komoditas lain yang sangat strategik adalah energi. Kini negara-negara di seluruh dunia sedang mengalami paranoia akibat kelangkaan energi berbahan bakar fosil (minyak bumi). Harga minyak dunia telah mencapai titik psikologis US$ 100 per barrel, bahkan ada yang meramalkan akan menembus angka US$ 200 per barrel. Karena itulah, sejumlah negara kemudian mencari energi alternatif, antara lain biofuel. Akan tetapi, tindakan itu akan membuahkan resiko terjadinya kelangkaan komoditas pangan atau kerusakan lingkungan, karena biofuel dihasilkan dari pengolahan getah jarak atau minyak kelapa sawit, atau singkong dan jagung yang menjadi bahan dasar ethanol.Dalam sektor keuangan, Indonesia pernah menelan pil pahit di masa krisis 1997. Sampai sekarang tampaknya pemegang otoritas keuangan belum belajar banyak untuk membangun fundamental ekonomi yang benar-benar kokoh. Kita sebenarnya memiliki tingkat tabungan (saving) yang cukup tinggi di dunia, yakni sekitar 37%. Artinya, negara kita tidak bisa dibilang kekurangan uang, namun pemerintah salah dalam mengelola uang. Banyak sektor nonproduktif yang dibiayai negara, sementara sektor yang berhubungan langsung dengan penguatan ekonomi rakyat sering terabaikan. Lihat saja, kredit yang mengalir deras untuk menyelamatkan dunia perbankan berupa Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang akhirnya macet. Sementara kredit yang disalurkan kepada petani dan nelayan miskin atau usaha kecil dan menengah (UKM) tak seberapa besar, dengan birokrasi yang berbelit-belit.Keuangan negara juga tersedot habis untuk membiayai gaya hidup para pejabat tinggi di tingkat pusat dan daerah. Tanpa rasa malu mereka memenuhi seluruh fasilitas pejabat, mulai dari pakaian, perumahan, dan kendaraan, sementara jutaan rakyat miskin menanti kematian karena kelaparan atau kekurangan gizi. Salah urus keuangan negara harus segera dihentikan dan diperbaiki, bila tak ingin negara ini mengalami kebangkrutan karena pemborosan belanja elite penguasa. Lalu, dengan alasan anggaran yang terbatas, maka rakyat harus berkorban dengan pengurangan subsidi dan fasilitas minim di bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur publik. Ironi besar di tengah negeri yang konon “gema ripah loh jinawi”.Kita harus mengantisipasi kemungkinan krisis pangan di masa datang, sebab komoditas pangan saat ini diperebutkan oleh sekurang-kurangnya tiga sektor lain, yakni untuk pangan manusia (food), pakan hewan (feed), dan energi minyak (fuel). Untuk itu diperlukan kebijakan ketahanan pangan yang konsisten dengan basis kebijakan nasional di sektor pertanian. Produksi padi nasional tahun 2008, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan 58,2 juta ton GKP. Sementara Departemen Pertanian memproyeksikan produksi hanya 54,4 juta ton GKP. Perbedaan data seperti itu acap terjadi, sehingga mempengaruhi kebijakan yang akan ditempuh pemerintah.Sementara itu, konsumsi beras nasional diperkirakan 2,6 juta ton per bulan atau sekitar 31,2 juta ton per tahun. Dengan kata lain, kita mengalami surplus beras, tapi mengapa masih terdengar di sejumlah daerah ada rakyat yang makan nasi aking atau bahkan menemui kematian karena kelaparan? Berarti ada masalah dengan manajemen produksi dan distribusi pangan yang tidak merata di seluruh Tanah Air. Juga, ada problem diversifikasi pangan yang lamban, sementara tidak semua penduduk Indonesia saat ini memakan beras.
Banyak orang menganggap bahwa masalah pertanian ialah karena pendidikan petani yang rendah. Tetapi kenyataannya kita melihat, saat keluarga petani diberi pendidikan tinggi, malah tidak ada yang mau jadi petani. Karena anak-anak petani gengsi untuk melanjutkan profesi keluarganya yang terkesan kumuh. Kita harus mengubah citra pertanian yang buruk itu. Menjadi petani juga bisa makmur dan sejahtera, termasuk pilar penting kemakmuran bangsa. Mengubah citra petani memerlukan kebijakan radikal dalam reforma agraria dan keuangan nasional, sehingga revitalisasi pertanian bukan sekadar kata-kata.Masalah pertanian kita memang karena sebagian besar petani memiliki pendidikan setingkat SD ke bawah, yakni sebesar 67%. Sehingga alih teknologi sangat sulit dilakukan. Tetapi, kita harus terus memacu semangat dan bangga terhadap dunia pertanian, karena inilah masa depan sesungguhnya bagi bangsa kita. Nenek-moyang kita adalah petani yang menghidup-suburkan negeri ini.*) Disarikan dari ceramah umum yang disampaikan dalam seminar kepemimpinan “Boost Your Leadership Skill” di kampus IPB, pada 20 April 2008
Sumber : http://ppsdms.org/mengawal-kebijakan-nasional-sektor-pertanian.htm
Diposkan oleh kebun aren di 16:58 0 komentar

Pemanfaatan Ampas Singkong Menjadi Makanan Bernilai Gizi
Pemanfaatan Ampas Singkong Menjadi Makanan Bernilai Gizi
by vidya eka yFiled under: Agro TechnoPark, Ekologi Pekarangan, Tek. Pengelolaan Limbah SingkongSingkong atau tapioka merupakan bahan pangan yang banyak diproduksi di Indonesia. Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton) dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun.Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya.Selama ini orang hanya memanfaatkan daging singkong sebagai bahan pangan, namun limbahnya tidak diolah kembali. Bagi kebanyakan orang limbah tapioka hanyalah sampah dan polutan yang mencemari lingkungan. Limbah tapioka oleh para petani hanya digunakan sebagai pakan ternak atau dibuang begitu saja ke sungai atau parit-parit. Hal tersebut dapat membahayakan lingkungan karena dapat merubah kandungan oksigen di air menjadi berkurang.Dengan inovasi teknologi yang diterapkan, limbah tapioka ini dapat diolah lebih lanjut dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan produk nata yang berbahan dasar ampas singkong. Dimana Indonesia merupakan penghasil singkong terbesar ketiga di dunia (13.300.000 ton/tahun). Sehingga untuk ketersediaan bahan baku, nata dari ampas singkong ini tidak akan menjadi masalah. Seperti nata de coco, yang selama ini telah beredar di pasaran dan banyak digemari masyarakat, diharapkan produk nata dari ampas singkong ini dapat menjadi sumber alternative bahan pangan untuk masyarakat dengan penciptaan nilai tambah pada limbah tapioca yang sangat berlimpah daripada hanya dibuang begitu saja ke lingkungan atau hanya digunakan sebagai pakan ternak saja.Nata merupakan produk fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum yang berupa lembaran selulosa dari pengubahan gula yang terdapat pada substrat (umumnya air kelapa tetapi dapat pula dari bahan lain) menjadi pelikel selulosa. Nata ini kandungan utamanya adalah air dan serat sehingga baik untuk diet dan sering digunakan dalam pembuatan dessert atau sebagai tambahan substansi pada koktail, es krim dan sebagainya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan nata di antaranya adalah bakteri, gula dan nitrogen, selain itu harus pula diperhatikan suhu dan pH serta jangan tergoyanng agar pembentukan pelikel berlangsung baik.Bakteri Acetobacter xylinum adalah bekteri Gram negatif yang dapat mensintesis selulosa dari fruktosa. Selulosa ini memiliki pori melintang pada kristal mini glukan yang kemudian terkoalisi ke dalam mikrofibril. Cluster mikrofibril yang ada dalam struktur senyawa yang terbentuk seperti pita-pita dapat diamati secara langsung dengan menggunakan mikroskop. Acetobacter xylinum merupakan suatu model sistem untuk mempelajari enzim dan gen yang terlibat dalam biosintesis selulosa. Jumlah inokulum yang diberikan 10 – 20 % dari bakteri umur 6 hariPembuatan nata dari ampas singkong ini memerlukan serangkaian proses. Proses pertama adalah pemarutan singkong, singkong yang telah dikupas dan dicuci bersih kemudian diparut. Hasil parutan singkong ini kemudian dilarutkan ke dalam air untuk mendapatkan pati singkong. Dari hasil perasan singkong kemudian didapatkan pati singkong. Ampas singkong kemudian diambil dan difermentasi. Hasil fermentasi ampas singkong atau tapioca ini kemudian ditutup untuk meminimalkan kontak dengan udara dan didiamkan selama sepuluh hari. Produk nata ini siap untuk dikonsumsi.Setiap satu kilogram ampas singkong, setelah diproduksi menjadi lima kilogram lembaran nata. Selain bernilai ekonomis, produk nata dari singkong baik untuk kesehatan. Produk nata yang dihasilkan berserat tinggi, sehingga dapat membantu melancarkan pencernaan. Namun, pembuatan nata ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk hidrolisis karbohidrat menjadi gula melalui proses fermentasi. Produk nata dari singkong ini mengandung gula 5-7 % sehingga tidak diperlukan penambahan gula kembali. Selama ini pembuatan nata de coco masih membutuhkan penambahan gula, sehingga untuk skala produksi nata dari ampas singkong ini lebih ekonomis dan efisien. Selain itu nata yang dihasilkan lebih kenyal, tebal dan lebih putih.
Upaya pengolahan ampas singkong menjadi suatu makanan bernilai gizi ini dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah atau proses samping dari singkong yang selama ini hanya dimanfaatkan oleh petani sebagai pakan ternak atau dibuang begitu saja ke sungai atau parit. Selain itu upaya pengelolaan ampas singkong ini dapat menghasilkan produk makanan yang benilai gizi bagi masyarakat

Diposkan oleh kebun aren di 14:18 0 komentar

Mengebor Bensin di Kebun Singkong
Mengebor Bensin di Kebun SingkongTujuh tahun terakhir Zaenai Arifin rutin mengolah 1,5 ton singkong segar per hari menjadi keripik. Hasilnya 600kg keripik iajuaike beberapa daerah di Pulau Jawa, Bali, dan Lampung. Selain keripik, singkong juga sering diolah menjadi tapai. Begitulah secara turun-temurun anggota famili Euphorbiaceae itu dimanfaatkan. Namun, setahun terakhir singkong juga mengisi tangki-tangki motor dan mobil. Kendaraan itu melaju dengan bahan bakar singkong
Singkong diolah menjadi bioetanol, pengganti premium.
Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, dari Tcknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase dan gliikoamilase yang berperan mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah menjadi gula, bam difermentasi menjadi etanol.Lalu bagaimana cara mengolah singkong menjadi etanol? Berikut Langkah-langkah pembuatan bioetanol berbahan singkong yang dilerapkan Tatang H Soerawidjaja. Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per hari.
1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapal dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.
2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless si eel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100″C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.
4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebclum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati5. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
6. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32″C dan pH 4,5—5,5.7. Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol
8. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.Meski telah disaring, etanol masih bercampurair. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78″C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100″C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120— 130 lifer bir yang dihasilkan dari 25 kg gapleksumber : http://www.indobiofuel.com/cara%20membuat%20bioethanol%20singkong.php
Diposkan oleh kebun aren di 14:09 1 komentar
Selasa, 2008 Desember 30

Investor Korea Akan Bangun Pabrik Bioetanol di Makassar
Investor Korea Akan Bangun Pabrik Bioetanol di Makassar Kapanlagi.com - Energie Envaiment Engineering (EN3) dari Korea Selatan, awal tahun 2007 akan mulai membangun pabrik Bioetanol di enam kabupaten di Sulawesi Selatan dengan investasi triliunan rupiah. Presdir EN3, Park Chang Ho usai melaporkan rencana investasi itu kepada Wagub Sulsel Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Rabu, mengatakan, investasi yang memanfaatkan fasilitas PMA ini dibangun di Kabupaten Enrekang, Barru, Pinrang, Sidrap dan Parepare, setelah nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah provinsi dan kabupaten ditandatangani belum lama ini. Chang Ho belum merinci berapa besar kapasitas pabrik dan nilai investasi yang akan ditanamkan, namun mengatakan, investasinya bernilai triliunan rupiah.
Produk pabrik bioetanol ini memiliki multi fungsi untuk kepentingan industri bidang kesehatan yang bermanfaat tidak hanya pada manusia melainkan juga pada sektor pertanian, perkebunan dan sektor-sektor lainnya. Karena itu, dukungan dari pemerintah dan masyarakat setempat diperlukan supaya keberadaan pabrik tersebut sejalan dengan keinginan pengelola dalam memenuhi permintaan konsumen yang cukup banyak.
"Kami segera akan mewujudkan pembangunan fisik pabrik tersebut sebagai bukti keseriusan perusahaan mengembangkan usaha yang pertama kali di luar Jawa ini," katanya. Wakil Gubernur Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pemerintah akan mengawal perusahaan tersebut demi untuk kepentingan masyarakat banyak, tidak hanya rakyat Sulsel tetapi juga provinsi tetangga seperti Sulawesi Barat dan Sultra dan Sulteng.
"Pemprov Sulsel menyambut baik pembangunan pabrik bioetanol ini dan berharap realisasi fisiknya segera dilaksanakan," ungkapnya seraya menyatakan, Sulawesi Selatan cukup kondusif untuk berinvestasi di semua sektor.
(Berita ini sudah lama, yaitu 13 September 2006, namun mudahan dapat menjadi referensi untuk evaluasi bersama.)
Diposkan oleh kebun aren di 15:48 0 komentar
http://tanimakmursejahtera.blogspot.com/

No comments: